“Adat Bersendi Syara’, Syara’ bersendi Kitabullah” adalah dasar falsafi orang Melayu dalam menjalani, membangun, dan mengatur hidup dan kehidupan mereka di dunia fana. Sehingga lahir pengakuan sosio-kultural yang menjadi kebanggaan bagi suku bangsa Melayu: Malay Idintic With Islam, Melayu adalah Islam; tidak Melayu bukan Islam. Pengakuan ini menggambarkan bahwa kultur dan perilaku orang Melayu, pada dasarnya tidak pernah menyimpang maupun berbenturan dengan nilai-nilai Islami.
Islam merupakan visi misi dalam proses pembangunan Kabupaten Kepulauan Meranti, di samping sebagai panduan sekaligus menjadi tujuan. Atau, dengan kata lain, Islam adalah dasar moral falsafi sekaligus menjadi objek atau sasaran pembangunan Kabupaten Kepulauan Meranti itu sendiri. Hal ini terlihat di dalam visi misi Kabupaten Kepulauan Meranti 2010-2015, bahwa salah satu cita-cita pembangunan adalah terwujudnya masyarakat yang berakhlakul karimah dalam rangka menuju masyarakat madani.
Maka pembangunan bidang agama adalah suatu keniscayaan di Kabupaten Kepulauan Meranti, terutama untuk kepentingan Islam, baik secara fisik maupun mental spiritual. Pembangunan rumah ibadah dan fasilitas keislaman lainnya adalah bagian dari program pembangunan yang hendaknya mendapatkan alokasi anggaran daerah setiap tahun. Bentuk amaliah Islamiah kongkret lainnya adalah upaya pemberantasan buta aksara dan membumikan al-Qur’an di tanah Melayu Kabupaten Kepulauan Meranti, bahwa anak-anak Melayu harus pandai membaca, memahami, dan mengamalkan al-Qur`an.
Untuk mensukseskan program Qur`ani ini, melalui dunia pendidikan hendaknya pemerintah dapat menetapkan ketentaun: “bahwa untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan Menengah, anak-anak Melayu (Islam) harus memiliki ijazah Madrasah Diniah Awaliah, sebagai bukti mereka telah pandai membaca al-Qur`an. Kebijakan ini hendaknya memiliki payung hukum resmi yang termuat dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kepulauan Meranti.
Demikian pula, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti diharapkan dapat melakukan pembinaan umat melalui kegiatan pendidikan informal, seperti ceramah dan penyuluhan lainnya. Peringatan atau penyambutan Hari Besar Islam, seperti Isra Mi’raj dan Maulid Nabi, juga menjadi kegiatan rutin yang menjadi program Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Dalam kehidupan sosial budaya, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti hendaknya selalu merekul-turisasi masyarakat dengan budaya Melayu Islami. misalnya, keniscayaan berbusana Melayu (Teluk Belanga bagi kaum pria dan busana muslimah bagi kaum wanita) pada hari atau acara-acara tertentu. Begitu juga di sekolah-sekolah, anak-anak didik harus dibiasakan mengenal dan mengenakan busana Melayu pada hari-hari tertentu. Selain itu upaya melestarikan Arab Melayu, sehingga nama jalan-jalan dan nama kantor instansi pemerintah harus ditulis dengan Arab Melayu. Demikian pula arsitek gedung-gedung pemerintah khususnya dan swasta umumnya harus menggambarkan arsitek Melayu, minimal terpasang di atas-nya Selembayung.
Dalam tugas dan amanah mempertahankan dan menanamkan budaya Melayu Islami di bumi Kabupaten Kepulauan Meranti, pemerintah harus bekerjasama dengan Lembaga Adat Melayu Riau dan Majlis Ulama Kabupaten Kepulauan Meranti. Untuk mewujudkan masyarakat Melayu agamis Islami dewasa ini bukan hal yang mudah, karena tantangan dan godaan budaya global hegimoni Barat sudah mewabah. Tetapi perlu disadari bersama, bahwa hanya nilai-nilai budaya Islami yang mampu memelihara dan memperkokoh jatidiri anak negeri.
Tradisi dan budaya Islami yang menjadi jatidiri dan basis pembangunan tidak akan menghalangi untuk melakukan modernisasi dalam upaya membangun dan memajukan negeri. Untuk menjadi maju seperti bangsa Barat tidak harus berbudaya Barat, karena modernisasi bukan westernisasi. Bahwa kita harus belajar dan melakukan alih teknologi yang dihasilkan oleh Barat adalah suatu keniscayaan, tetapi bu-daya dan agama tidak boleh digadaikan. Sebagaimana dulu, di abad pertengahan, Barat belajar dan melakukan alih teknologi dari dunia Islam, dan karena itu mereka bangkit dan maju, walau tanpa mengambil agama dan budaya Islam.
Modernisasi, dalam perspektif Islam, adalah kesigapan dan kesiapan suatu kaum atau bangsa menghadapi per-putaran waktu untuk mengantisipasi dan beradaptasi dengan kemajuan zaman, tetapi tidak boleh kehilangan iman. Modern dalam bahasa Arab disebut al-`ashriy, yang arti asalnya adalah “masa atau zaman”. Maka modernisasi adalah kesiapan dan upaya menghadapi serta mengantisipasi perubahan zaman dengan segala perkembangan dan kemajuannya, tetapi iman Islami adalah pengarah sekaligus pengontrol terhadap berbagai bentuk kemajuan yang telah atau yang sedang dan akan diupayakan. Oleh sebab itu, upaya modernisasi harus sesuai dengan pesan dan semangat Surat Qur’ani yang terdiri dari tiga, yang diberi nama Surat al-‘Ashr,yang berarti Masa..( Q.S. 103: 1-3).
Selama ini, adat istiadat, budaya, dan agama sering dipertentangkan dengan modernisasi. Dengan kata lain, adat istiadat, budaya, dan agama biasa dituduh sebagai dalang penghalang bagi modernisasi. Opini dan persepsi yang demikian berkembang sampai dewasa ini, karena mayoritas manusia berkaca kepada pengalaman dunia Barat yang baru bisa maju setelah mereka melancarkan gerakan sekularisasi dan berideologi sekuler. Pengalaman Barat ini adalah wajar, karena adat, budaya, dan agama mereka bukan Islam. Perbandingan antara kondisi Barat dan muslimin ini ditegas-kan oleh Muhammad Abduh, bahwa Barat maju setelah membuang Kitab Suci mereka, tetapi muslimin pasti mundur dan hancur apabila mereka jauh dari al-Qur`an.
Masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti modern yang dicita-citakan adalah masyarakat yang unggul dalam persaingan global bercirikan sains dan teknologi, tetapi tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai kultural Melayu Islami. Masyarakat hendaknya selalu siap dan proaktif bergaul bahkan bersaing dengan berbagai suku bangsa dunia, tetapi tidak boleh tenggelam dan hanyut dalam arus globalisasi, apalagi sampai kehilangan nilai-nilai budaya Melayu yang berakar dari iman Islami.
Pembangunan Kabupaten Kepulauan Meranti yang pemerintah lakukan senantiasa mengacu kepada nilai-nilai melayu, Islam, dan modernisasi. Ketiga aspek ini merupakan tujuan integral dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang sudah, sedang, dan akan dilakukan. Kesemuannya itu merupakan kewajiban yang tertitip masyarakat di bahu pemegang kekuasaan didaerah tersebut dalam hal ini Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti beserta jajarannya, untuk tetap menjadikan Melayu dan Islam sebagai jatidiri anak-anak melayu dalam upaya membangun dan memajukan negeri, agar identitas tersebut tetap terjaga di tengah-tengah arus globalisasi.